Ternate – Badan Strategi Kebijakan BSK) Kementerian Hukum (Kemenkum) menggelar pengumpulan data lapangan terkait urgensi pembentukan Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) tentang Kurikulum dan Penyelenggaraan Pelatihan Perancang Peraturan Perundang-Undangan (UU) di Kantor Wilayah (kanwil) Kemenkum Maluku Utara (Malut).
Kakanwil Kemenkum Malut, Budi Argap Situngkir mengapresiasi kegiatan tersebut, karena Kanwil Kemenkum Malut menjadi lokus tinjauan lapangan dari BSK. Hal ini, kata Budi Argap Situngkir, guna menghimpun masukan dan rekomendasi dalam penyusunan Permenkum tersebut.
“Kanwil Kemenkum Malut mendukung penuh langkah BSK dalam memperkuat Permenkum tersebut. Harapannya lahir sistem pembelajaran yang mampu meningkatkan kompetensi para Perancang Peraturan Perundang-undangan di Indonesia,” kata Budi Argap Situngkir di ruang kerjanya, Senin (28/4).
Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, Zulfahmi menambahkan bahwa kegiatan pengumpulan data lapangan wajib dilakukan sebagai pemetaan dalam menyusun suatu produk pembentukan peraturan menteri agar kedepan dapat diimplementasikan secara efektif dan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Diharapkan hasil evaluasi ini dapat memberikan rekomendasi kebijakan yang lebih adaptif, fleksibel, dan sesuai dengan kebutuhan kompetensi perancang di lapangan,” ujar Zulfahmi.
Dalam sesi rapat, Analis Hukum Muda, Erni Rumasoreng bertindak sebagai moderator memandu diskusi. Ketua Tim BSK, Ulya Fajri Amriyen menyampaikan, para Perancang PerUU memiliki regulasi khusus dalam Peraturan Menteri PANRB Nomor 25 Tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Peraturan Perundang-undangan. Namun kebijakan ini mengalami perubahan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri PAN RB Nomor 1 Tahun 2023.
“Direkorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan sebagai instansi pembina, memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan perancang mendapatkan pelatihan yang sesuai,” ujarnya.
Hal itu karena PermenPANRB 1/2023 menetapkan bahwa instansi pembina bertugas menyusun kurikulum, menyelenggarakan pelatihan, serta membina dan mengevaluasi pelaksanaan pelatihan di berbagai lembaga. Namun, pelaksanaan tugas ini menghadapi tantangan, terutama dalam koordinasi antaristansi dan efektivitas metode pelatihan yang diterapkan.
Salah satu rekomendasi dari tinjauan lapangan tersebut yaitu memungkinkan untuk melakukan motode pelatihan blended learning yang memadukan pembelajaran secara langsung dengan pembelajaran daring.
“Juga dapat memakai metode orientasi lapangan di mana praktek pelatihan dilakukan di daerah masing-masing. Sehingga nantinya kurikulum pembelajaran diharapkan sesuai kebutuhan keterampilan ideal perancang di daerah,” pungkasnya.