Presiden Rusia Vladimir Putin hari ini menyatakan bahwa agresi terhadap Iran “tidak berdasar. Hal ini menyusul serangan militer Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah fasilitas nuklir di Iran.
Pernyataan tegas ini disampaikan Putin dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, di Moskow, Senin (23/6/2025). Dalam pembicaraan yang berlangsung di Kremlin, Putin menegaskan bahwa serangan terhadap Iran adalah agresi yang sama sekali tidak beralasan” dan tidak dapat dibenarkan.
“Ini adalah agresi yang sama sekali tidak beralasan terhadap Iran,” kata Putin kepada Araghchi, seraya menambahkan bahwa Rusia “berupaya memberikan bantuan kepada rakyat Iran.”
Komentar Presiden Rusia ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah menyusul serangan udara terkoordinasi yang dilakukan AS dan Israel terhadap target-target di Iran. Serangan AS pada Minggu (22/6/2025) menargetkan tiga fasilitas nuklir utama Iran, yang kemudian dibalas oleh Iran dengan rudal dan pesawat tak berawak.
Kremlin sebelumnya telah menyatakan keprihatinan mendalam atas situasi di Iran, memperingatkan bahwa tindakan AS telah meningkatkan jumlah peserta dalam konflik dan memicu spiral eskalasi baru. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, juga menyoroti kekhawatiran mengenai nasib situs nuklir Iran dan potensi risiko radiasi.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyampaikan terima kasih kepada Presiden Putin atas kecamannya terhadap serangan AS. Araghchi menyatakan bahwa Rusia berdiri di “sisi sejarah yang benar” dan menyampaikan salam dari Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dan Presiden Masoud Pezeshkian kepada Putin.
“Iran memiliki harapan yang jelas dari Rusia berdasarkan kemitraan strategis mereka baik di forum multilateral seperti Dewan Keamanan PBB maupun di kawasan,” kata juru bicara kementerian Esmail Baghaei, menurut kantor berita semi-resmi Iran Tasnim.
Meskipun Rusia memiliki perjanjian kemitraan strategis dengan Iran yang ditandatangani pada Januari lalu, Moskow belum menawarkan bantuan militer langsung kepada Teheran. Putin juga sebelumnya telah menawarkan diri sebagai mediator, meski kemudian hal ini tidak diteruskan terutama setelah Presiden AS Donald Trump menolak peran mediasi Kremlin.