oleh

Lapas Kelas I Tangerang Jadikan Maggot Solusi Cerdas Atasi Sampah Organik

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang terus memperkuat komitmennya dalam menghadirkan inovasi pembinaan kemandirian berbasis lingkungan. Salah satu langkah strategis yang tengah dikembangkan adalah budidaya Maggot Black Soldier Fly (BSF) sebagai solusi efektif untuk mengurai sampah organik sekaligus menghasilkan berbagai produk bernilai ekonomis seperti pupuk organik dan pakan ternak. Program ini menjadi wujud nyata konsep ekonomi sirkular, di mana sampah yang sebelumnya tidak memiliki nilai jual menjadi komoditas berdaya guna tinggi.

Penguatan program ini dimulai melalui pertemuan strategis pada Senin (1/12) yang menghadirkan praktisi dan konsultan budidaya BSF, Arie Romanov Rakhman. Kegiatan tersebut turut dihadiri oleh Kepala Seksi Pengelolaan Hasil Kerja, Kepala Seksi Perawatan Narapidana, dan sejumlah pegawai kegiatan kerja terkait, serta perwakilan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas).

Baca Juga  Tingkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat, Gubernur Banten Andra Soni Upayakan Pemerataan Nakes dan Dokter

Dalam agenda tersebut, Lapas Kelas I Tangerang menyusun peta jalan pengembangan budidaya maggot yang dikenal sebagai emas hitam. Budidaya maggot ini sebagai langkah berkelanjutan untuk pengelolaan sampah organik. Limbah makanan dari dapur, kantin, dan area kegiatan warga binaan menjadi material utama bagi budidaya maggot ini. Selain itu, maggot BSF mampu mengurai sampah secara cepat, efisien, dan ramah lingkungan sehingga sangat ideal untuk mengurangi timbunan sampah organik di dalam Lapas.

Kepala Seksi Perawatan Narapidana, Agung Tria Nugraha, menegaskan peran penting dalam program ini, mengingat tugas dan fungsinya yang bersinggungan langsung dengan pengelolaan dapur.
“Setiap hari dapur Lapas menghasilkan sampah organik dalam jumlah yang cukup besar. Selama ini sebagian hanya menjadi residu yang harus dibuang. Melalui budidaya maggot, kami dapat mengelola sampah tersebut secara lebih bertanggung jawab, sekaligus mengurangi beban pengangkutan dan dampak lingkungan,” ujarnya.

Baca Juga  Pemkot Serang Perkuat Integritas ASN Lewat Bimtek Keluarga Berintegritas

Di sisi lain, Kepala Seksi Pengelolaan Hasil Kerja, Aldri Maitaruna, menyoroti manfaat dalam aspek pembinaan dan produktivitas warga binaan.
“Budidaya maggot ini bukan hanya tentang pengelolaan sampah, tetapi juga tentang menanamkan keterampilan baru dan pola pikir produktif bagi warga binaan. Mereka dapat belajar proses budidaya, pengolahan residu menjadi pupuk, hingga pemanfaatannya. Ini adalah bentuk pembinaan yang holistik dan berorientasi pada keberlanjutan,” jelasnya.

Pengembangan program ini tidak hanya berfokus pada pengelolaan sampah organik secara berkelanjutan, tetapi juga pemanfaatannya menjadi produk ramah lingkungan yang memiliki nilai ekonomis. Maggot yang kaya protein dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sementara residu maggot yang sarat nutrisi dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk kebutuhan penghijauan, urban farming, serta kebutuhan pertanian lain di lingkungan Lapas. Selain itu, residu ini berperan penting dalam memperbaiki struktur tanah serta meningkatkan kesuburan tanaman sehingga memberikan manfaat jangka panjang bagi ekosistem sekitar.

Baca Juga  Kemenkum Malut Dukung Pengembangan Kepemimpinan melalui Future Leadership

Meskipun terdapat tantangan seperti potensi munculnya bau, stigma terhadap larva, serta kebutuhan pasokan sampah organik yang stabil, Lapas tetap optimistis bahwa seluruh kendala tersebut dapat diatasi melalui penerapan SOP yang ketat serta pendampingan berkelanjutan dari para ahli.

Melalui program budidaya maggot ini, Lapas Kelas I Tangerang berharap dapat mewujudkan pembinaan yang produktif, berkelanjutan, dan memberikan kontribusi nyata bagi lingkungan. Inovasi ini diharapkan mampu menjadi contoh bagaimana lembaga pemasyarakatan dapat berperan dalam pengurangan sampah sekaligus memperkuat praktik ekonomi sirkular di Indonesia.

News Feed