Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka dalam kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR. Penetapan status tersangka ini langsung menjadi sorotan publik, terutama setelah terungkapnya peran Hasto sebagai dalang utama dalam kasus pelarian buron Harun Masiku.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada rencana pemanggilan terhadap Hasto Kristianto. Namun demikian, KPK menegaskan bahwa penetapan tersangka tersebut telah didasari dengan kecukupan alat bukti meskipun informasi yang telah dikumpulkan penyidik belum dapat diungkapkan ke publik.
Sebagai tindak lanjut dari penetapan tersangka ini, KPK telah mengeluarkan kebijakan pencegahan ke luar negeri terhadap Hasto Kristiyanto. Larangan bepergian ke luar negeri juga diterbitkan untuk mantan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, yang diduga terkait dengan kasus ini.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua perkara pidana terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristianto, yaitu dugaan tindak pidana suap dan perintangan penyidikan (obstruction of justice). Penetapan ini menunjukkan keseriusan KPK dalam mengungkap keterlibatan Hasto dalam kasus yang sedang ditangani.
Dalam perkara suap, KPK menerapkan pasal berlapis terhadap Hasto, yaitu Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal-pasal tersebut juga dikaitkan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang mengatur tentang keterlibatan dalam tindak pidana.
Sementara untuk kasus perintangan penyidikan, Hasto dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang juga dihubungkan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Penerapan pasal ini terkait dengan upaya Hasto yang diduga menghalangi proses penyidikan yang dilakukan oleh KPK.